Harus diakui, sembahyang dengan khusyu’ tidaklah mudah. Butuh kerja keras untuk mencapai tingkatan itu. Seringkali ketika sembahyang antara ucapan dan pikiran tidak seirama. Lidah melafalkan bacaan sembahyang, sementara hati mengembara entah ke mana.
<>
Gejala ini tentu tidak bisa dibiarkan terus larut. Karena ia tak ubahnya seperti penyakit. Jika dibiarkan begitu lama mengendap dalam tubuh, dikhawatirkan akan semakin kronis dan berbahaya.
Sekalipun sembahyang dengan khusyu’ itu susah, para ulama tetap menganjurkan kita agar selalu berusaha menggapainya. Sebab sembahyang bukan sekadar menggerakan tubuh, melafalkan bacaan, tetapi juga menghadirkan hati seolah-olah sedang berkomunikasi dengan Allah.
Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan sebagai berikut.
ولكن الضعيف لا بد وأن يتفرق به فكره وعلاجه قطع هذه الأسباب بأن يغض بصره أو يصلى في بيت مظلم أو لا يترك بين يديه ما يشغل حسه ويقرب من حائط عند صلاته حتى لا تتسع مسافة بصره ويحترز من الصلاة على الشوارع وفي المواضع المنقوشة المصنوعة وعلى الفرش المصبوغة
Akan tetapi, orang yang “lemah”, tentu (penglihatan dan pendengarannya) itu yang membuat pikirannya tidak fokus. Jalan keluarnya ialah melepaskan diri dari segala bentuk penyebab tidak fokusnya. Misalnya dengan cara menundukkan penglihatan, sembahyang di tempat gelap, menyingkirkan sesuatu di hadapan kita yang bisa menganggu pikiran, mengambil posisi sembahyang yang dekat dengan dinding agar jarak pandang terbatas. Ia perlu menghindari posisi sembahyang di tempat yang dekat dengan jalan, di tempat yang terdapat ukiran atau lukisan, dan di atas tikar yang dicelup (diwarnai).
Langkah pertama yang harus dilakukan ialah mengenali penyebab utama ketidakfokusan sembahyang. Menurut Imam al-Ghazali, penglihatan dan pendengaran merupakan sumber utama godaan. Segala sesuatu yang pernah dilihat dan didengar biasanya hadir secara tiba-tiba ketika mengerjakan sembahyang. Inilah yang membuat pikiran menjadi kacau-balau sehingga tidak fokus memaknai setiap bacaan yang dilafalkan ketika sembahyang.
Untuk mengatasi ini, perlu latihan khusus agar keduanya bisa dikendalikan. Di antaranya ialah menundukan pandangan atau memejamkan mata. Melalui cara ini, setidaknya penglihatan kita tidak terlalu luas dan liar di saat mengerjakan sembahyang. Atau bisa juga dengan mengerjakan sembahyang di tempat yang gelap dan sepi. Lazimnya, beribadah di tempat yang gelap dan sepi lebih fokus ketimbang di tempat yang terang.
Posisi sembahyang juga berpengaruh terhadap kefokusan. Imam al-Ghazali menganjurkan para pemula yang sedang berlatih sembahyang dengan khusyu’ agar sembahyang di dekat dinding. Sebab dinding bisa menjadi penghalang mata untuk tidak melihat ke berbagai penjuru.
Selain posisi, lokasi sembahyang juga mempengaruhi, sembahyang di tempat yang banyak ukiran, gambar, dan di atas sajadah yang memuat pelbagai corak warna bisa mengurangi kefokusan hati. Sebab itu, ruangan sembahyang perlu ditata sebaik mungkin agar dapat membantu konsentrasi.
Wallahu a’lam.
Hafiz, NU Online | Selasa, 13 Oktober 2015 03:33
Blogger Comment
Facebook Comment