Seni merupakan salah satu media
komunikasi untuk menyampaikan sebuah pesan tertentu. Dalam konteks
dakwah, kesenian bisa jadi salah satu cara dakwah untuk menyebarkan
pesan-pesan agama. Cara itulah yang dipakai kelompok hadrah Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Padjadjaran (KMNU Padjadjaran) dalam mendakwahkan ajaran agama Islam.
Masjid Raya Universitas Padjadjaran
(MRU) sore itu ramai seperti biasanya. Banyak mahasiswa datang ke
masjid untuk beribadah, berdiskusi, atau sekedar beristirahat. Di tengah
keramaian aktivitas tersebut terdengar suara tabuhan rebana yang
diiringi oleh riuh rendah lantuan shalawat yang berisi pujian-pujian
kepada Nabi Muhammad Saw. Suara tersebut terdengar sangat syahdu,
membuat bulu kuduk merinding, dan menarik mata untuk melirik. Ternyata
sekelompok mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) dari berbagai
fakultas yang tergabung dalam kelompok hadrah KMNU Padjadjaran merupakan sumber dari lantunan Syahdu nan memikat tersebut.
Kesenian hadrah merupakan seni
memainkan rebana (alat musik dari kulit kerbau/sapi yang disamak) secara
berkelompok yang diiringi oleh lantunan shalawat dan pujian kepada Nabi
Muhammad Saw. Menurut Abdurrohman (20), ketua KMNU Padjadjaran
sekaligus penabuh rebana, dalam ranah Syariat, memainkan rebana hukumnya
diperbolehkan. Dalam suatu riwayat dikisahkan suatu hari Nabi Muhammad
Saw berkunjung ke suatu daerah dan disambut seorang anak kecil yang
memukul alat musik serupa rebana sembari melantunkan pujian kepada sang
nabi. Lalu beliau bersikap diam atas sambutan yang diberikan anak kecil
tersebut dan diamya Nabi dalam satu perkara dapat dimaknai sebagai
kebolehan untuk mengerjakan suatu perkara.
Seni hadrah sendiri awalnya
masuk ke Indonesia dibawa oleh para da’i dan ulama’ Timur Tengah yang
menyebarkan agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Kesenian hadrah ini
merupakan hal yang lazim ditemukan di pondok pesantren (ponpes)
tradisonal. Para personil hadroh KMNU Padjadjaran sendiri sebagian besar
memang memiliki latar belakang yang sama yakni dibesarkan di lingkungan
ponpes yang bernuansa agamis kuat. Hal inilah yang menjadi motivasi
awal terbentuknya grup hadrah KMNU Padjadjaran. Di samping itu juga, adanya perlombaan dan undangan menjadi motivasi lain bagi tim hadrah untuk menunjukkan kebolehannya dalam menampilkan kesenian ini di berbagai event penting.
Kesenian hadrah ini
dimainkan secara berkelompok dengan jumlah anggota relatif menyesuaikan
kebutuhan kelompok, rata-rata berkisar 7-10 personil per kelompok.
Awalnya, jari jemari akan terasa sakit ketika pertama kali memainkannya,
karena jari jemari dipaksa memukul rebana dengan irama atau ketukan
yang telah ditentukan. Idealnya memang butuh waktu yang lama untuk mampu
terbiasa dan lancar memainkan rebana. Disisi lain, menjadi vokalis
bukan merupakan hal yang mudah karena terdapat berbagai macam shalawat
berbahasa Arab yang harus dilantunkan dengan merdu dan syahdu.
Ketersediaan alat juga menjadi kendala tersendiri karena satu set rebana
harganya bisa mencapai jutaan rupiah, bergantung pada kualitasnya.
Membentuk kelompok hadroh di
kampus umum yang berisi mahasiswa dengan latar belakang kebudayaan
heterogen bukan merupakan hal yang mudah. Pesatnya arus globalisasi yang
menitikberatkan pada kecepatan modernisasi juga menjadi tantangan
tersendiri bagi kelompok hadrah ini. Pada awalnya, banyak mahasiswa Unpad yang tidak mengetahui adanya kesenian dan kelompok ini. Namun lambat laun, kelompok hadrah
KMNU Padjadjaran berhasil memperkenalkan kesenian ini dengan cara
bermain sembari berlatih di tempat yang mudah dilihat banyak orang,
yakni di sekitar MRU. Respon yang diberikan mahasiswa Unpad sendiri
dapat dikatakan positif, hal ini terbukti dengan semakin banyaknya
undangan yang datang untuk tampil dalam berbagai acara, baik di dalam
maupun di luar kampus.
Di beberapa kampus lain di
Indonesia seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas
Airlangga Surabaya (Unair), kesenian hadroh mengalami perkembangan yang
lebih pesat. Di kedua kampus tersebut kesenian rebana dilestarikan dalam
bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) resmi dalam kampus. Di ITB
terdapat Unit Rebana ITB, sedangkan di Unair terdapat UKM seni religi
Islam yang digunakan sebagai wadah bagi mahasiswa untuk memainkan rebana
sembari berdakwah.
Dua UKM tersebut juga tergolong sebagai
UKM yang berprestasi di kampusnya masing-masing. Buktinya, Unit Rebana
ITB berhasil menyelenggarakan perlombaan rebana tingkat nasional
bertajuk “Grand Festival Rebana ITB (GFRN)” pada 26-27 April
2015 lalu. Perlombaan tersebut bisa dibilang sukses karena melibatkan
peserta dari berbagai kampus di Indonesia. UKM seni religi Islam Unair
berhasil menempati peringkat ke-2 dalam perlombaan tersebut dalam
kategori seni hadrah Al-Banjari. Sebagai UKM termuda di Unair, mereka berhasil mengharumkan nama kampusnya di tingkat nasional.
Tim hadrah KMNU Padjadjaran
berusia relatif masih muda, kurang lebih baru satu tahun ini mereka
melakukan dakwah Islam dengan menggunakan media seni hadrah.
Kesibukan kuliah dan organisasi lain juga tidak jarang mengharuskan
anggotanya untuk absen dari rutinitas latihan. Namun hal itu tidak
mengurangi rasa kekeluargaan diantara mereka, kerukunan, dan kesatuan
yang dilatarbelakangi oleh kesamaan nasib dan minat. Harapan mereka,
dengan melestarikan seni hadrah ini, mereka dapat mempertahankan kesenian ini agar terus berkembang dan tetap pada niat awal yakni dakwah Islamiyah lewat kesenian.
Suara lantunan syahdu shalawat nabi sore
itu berakhir seiring berkumandangnya adzan Maghrib di MRU. Kemudian
mereka segera berkemas dan mengambil air wudhu dilanjutkan shalat
berjama’ah. Meskipun latihan hari itu telah usai namun kesyahduan
lantunan shalawat mereka masih membekas dan meninggalkan suasana tentram
bagi alam raya.
*) Mohammad Fariansyah, KMNU Padjadjaran
Blogger Comment
Facebook Comment